Rabu, 29 April 2020

Kematangan Sebagai Dasar dari Pembentukan Readiness

Kematangan Sebagai Dasar dari Pembentukan Readiness
Individu mengalami pertumbuhan materiil jasmaniahnya. Kecepatan pertumbuhan pada masing-masing individu tidak sama. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh karena pengaruh fisiologis, psikologis, dan bahkan sosial. Antara kondisi fisik dan kehidupan sosial terdapat hubungan timbal-balik. Kondisi fisik mempengaruhi interaksi sosial individu, sedangkan kehidupan sosial dapat memberikan pengalaman yang dipakai oleh individu dalam usaha melestarikan pertumbuhan dalam hidupnya.
Kematangan Sebagai Dasar dari Pembentukan Readiness Kematangan Sebagai Dasar dari Pembentukan Readiness

Superioritas jasmaniah tidak mesti berarti menjadi superioritas tingkah laku. Sering orang beranggapan, apabila seseorang memiliki kondisi fisik yang menonjol seperti bertubuh gemuk, kuat, berisi, tampan atau cantik dan sebagainya bisa menunjukkan pola tingkah laku yang dipuji oleh orang lain. Pengaruh kondisi jasmaniah terhadap pola tingkah laku atau pengakuan sosial sangat tergantung kepada;
  1. Pengaruh individu yang bersangkutan terhadap diri sendiri (self concept) &
  2. Pengakuan dari orang lain atau kelompoknya. Masing-masing individu mempunyai sikap tersendiri terhadap keadaan fisiknya.
Perubahan jasmani memerlukan bantuan “motor learning” agar pertumbuhan itu mencapai kematangan. Kematangan ataupun kondisi fisik baru akan memperoleh pengakuan sosial, jika individu yang bersangkutan mengusahakan “sosial learning” (belajar berinteraksi dengan orang lain atau kelompok serta menyesuaikan diri dengan nilai-nilai serta minat-minat kelompok). Dengan diusahakannya hal-hal di atas, diharapkan individu mencapai tingkat-tingkat kematangannya sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhannya, belajarnya dan lingkungan sosialnya.


a. Dasar-dasar Biologis Tingkah Laku
Tingkah laku individu didasari oleh pertumbuhan biologisnya. Sistem saraf merupakan penggerak tingkah laku manusia secara biologis. Sistem saraf terdiri atas komposisi sel-sel yang disebut neurons. Tiap-tiap neuron mengandung tenaga yang berasal dari proses kimiawi dan elektronik. Apabila mendapat stimulasi, neurons melepaskan dorongan-dorongan elektronis yang merangsang gerakan neurons lainnya guna merangsang gerakan urat-urat dan otot-otot tubuh.

Pusat sistem saraf terdiri dari otak & sumsum tulang belakang. Itulah yang berfungsi sebagai pengatur gerakan jasmaniah pada tubuh. Berbagai fungsi otak telah dilokalisasi melalui proses-proses kegiatan neural sebagai berikut;
  • Lokalisasi fungsi otak melalui stimulasi elektris dari kimiawi terhadap semua bagian otak.
  • Lokalisasi fungsi otak melalui pencatatan aktivitas neural di bagian-bagian otak yang berlain-lainan posisi & manfaat.
  • Lokalisasi fungsi otak melalui teknik pelukaan (penggarisan jejak-jejak neural).
  • Lokalisasi melalui penelitian-penelitian neuroanatomis & komparatif.
  • Lokalisasi melalui penelitian-penelitian biokimiawi.
Otak kita terdiri dari 3 bagian yakni;
Cerebrum;
Bagian yang mengatur segenap proses mental & aktivitasnya.

Cerebellum;
Bagian yang mengkoordinasi aktivitas urat saraf.

Brain stem;
Bagian pusat-pusat pengatur sistem badani yang vital seperti jantung, paru-paru & respirasi.


Kesadaran individu terhadap stimuli di alam sekitar maupun di dalam tubuh dipimpin oleh aktivitas sel-sel khusus di dalam sistem saraf yang disebut “receptors”.

Reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus hanya melalui mekanisme-mekanisme gerakan atau reaksi tubuh yang terdiri dari 5 macam mekanisme reaksi;
  • Striated muscle
  • Smooth muscle
  • Cardiac muscle
  • Duct glands, &
  • Ductless glands
Tingkah laku manusia dapat terbagi atas 2 macam reaksi yakni;
  • Respondent behavior; yakni tingkah laku bersyarat & tidak sengaja, selalu tergantung kepada stimuli.
  • Operant behavior; yakni tingkah laku disengaja & tidak selalu tergantung kepada stimuli.
Setiap jenis tingkah laku, baik yang sengaja maupun tidak memerlukan kematangan fungsi jasmaniah, terutama fungsi-fungsi sistem saraf, & fungsi-fungsi vital jasmaniah.


b. Perubahan-Perubahan dalam Otak yang Menimbulkan Kematangan
Setelah otak menjadi matang mengalami perubahan fisik pada manusia. Perubahan ini bisa menimbulkan tingkah laku baru yang tidak terduga sebelumnya. Urat-urat saraf dalam otak mempunyai “electrical conductors”. Untuk pengiriman messages ke tempat-tempat yang tetap perlu ada isolasi otak, isolasi itu disebut “myelin” (atau pembungkus) saluran urat saraf. Pada waktu lahir, bagian otak bayi belum ada “myelin”. Selama dorongan-dorongan saraf menuju salurannya, arus gerakannya tak dibatasi oleh myelin. Dorongan itu akan mengalir mengaktifkan banyak sel saraf lebih dari yang diperlukan. Sel-sel saraf itu menggerakkan banyak otot. Banyaknya gerakan bayi yang tidak terkoordinasi adalah akibat dari kurangnya myelin.

Pada umur 6 tahun, myelin dimiliki 95% dari orang dewasa. Readiness anak untuk berlatih toilet, tergantung pada banyaknya myelin yang  telah tersimpan. Anak laki-laki baru berhasil dilatih toilet bila sudah berumur mendekati 2 tahun. Ini berarti, bahwa tingkah laku belajar memerlukan kematangan fisik, termasuk kematangan fungsi otak.

Perkembangan stuktur dan fungsi otak tampak sempurna atau hampir sempurna pada saat anak tiba saatnya masuk sekolah dasar. Pada umur-umur setelah 6 tahun, terjadilah perubahan-perubahan penting dalam struktur otak, namun perkembangan kapasitas mental lebih banyak diakibatkan oleh pengalaman atau belajar. Perkembangan prestasi akademik pada anak-anak sesudah mencapai masa remaja lebih banyak dipengaruhi oleh faktor motivasi & belajar.


c. Kematangan Membentuk Readiness
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan struktur fisiologis dalam sistem saraf, otak, dan indra sehingga semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.

Kematangan (maturity) membentuk sifat & kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “readiness”. Readiness yang dimaksud yakni readiness untuk bertingkah laku, baik tingkah laku yang instingtif, maupun tingkah laku yang dipelajari.

Yang dimaksud dengan tingkah laku instingtif yakni suatu pola tingkah laku yang diwariskan (melalui proses hereditas). Ada 3 ciri dari tingkah laku instingtif, yakni;
  • Tingkah laku instingtif terjadi menurut pola pertumbuhan hereditas.
  • Tingkah laku instingtif berlangsung berulang setiap saat tanpa adanya syarat yang menggerakkannya.
Tingkah laku instingtif ini biasanya terjadi karena adanya kematangan seksual, atau fungsi saraf. Yang termasuk sebagai tingkah laku yang diwariskan adalah bukan hanya tingkah laku insting. Reaksi-reaksi psikologis seperti; refleks, takut, berani, haus, lapar, marah, tertawa, & sebagainya tidak usah dipelajari, melainkan sudah diwariskan.

Tingkah laku apa pun yang dipelajari, memerlukan kematangan. Orang tidak akan bisa berbuat secara intelijen apabila kapasitas intelektualnya belum memungkinkannya. Untuk itu kematangan dalam struktur otak & sistem saraf sangat diperlukan. Dalam hal ini ingatlah akan kasus anak yang mulai belajar toilet seperti yang telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya.

Dalam kehidupan individu, banyak hal yang tidak bisa dilakukan atau diperoleh hanya dengan kematangan, melainkan harus dipelajari. Hal ini misalnya mengenai kemampuan berbicara, membaca, menulis, & berhitung. Dalam hal melakukan aktivitas-aktivitas semacam itu, kematangan memang tetap diperlukan sebagai penentu readiness untuk belajar.

Tingkat kematangan individu bisa diketahui dengan jalan mengukur umur mental (mental age yang disingkat MA) masing-masing individu.

Demikianlah ulasan mengenai “Kematangan Sebagai Dasar dari Pembentukan Readiness”, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan singkat. Semoga bermanfaat dan untuk kurang lebihnya mohon maaf. Terima kasih anda telah berkunjung dan sampai jumpa!

*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!
*Semoga anda sukses!
*Jangan lupa untuk Share dan berkunjung lagi!