Prabu Drupada, raja Pancalaradya, yang datang kemudian atas inisiatif sendiri, sebagai duta juga dipandang remeh, dihinanya Sucitra tua itu yang hanya bisa menahan marah, dan keluar tanpa pamit dari sidang agung.
Prabu Drupada menjadi duta untuk meminta kembali hak Pandawa yang telah selesai masa pembuangan 12 tahun dan 1 tahun penyamaran, setelah kalah main dadu dalam lakon Pandawa Dadu
Keriuhan dalam sidang sampai juga ditelinga Adipati Destarastra, Adipati cacat netra ini segera minta dituntun sang istri, Dewi Gendari, menuju sidang agung yang sudah ditinggalkan oleh Dewi Kunti dan Prabu Drupada dengan perasaan masygul.
“Heh anakku Duryudana, aku dengar dari dalam tadi ada pertengkaran. Apa yang terjadi
ngger, baiknya jujur saja katakan kepada bapakmu ini??” Dengan plintat-plintut Duryudana menceritakan apa yang baru saja terjadi. Terperangah sang Drestarastra. Segera dia minta dipertemukan dengan Prabu Drupada, yang dengan kesaktiannya pasti mampu menaklukkan anaknya, untuk dimintai seribu maaf atas kurangnya tata susila yang dilakukannya tadi.
***
Balekambang. Sebenarnyalah Sri Kresna sedang meraga sukma. Secara kewadagan kelihatan
Sri Kresna tertidur dalam bertapa, namun sebenarnya sukma sang Kesawa sedang pergi
menghadap haribaan Sang Hyang Guruloka untuk mecari keterangan mengenai isi kitab
Jitapsara. Kitab skenario pelaksanaan Perang Baratayuda yang berdasarkan jangka
kadewatan sudah saatnya dibuat oleh Hyang Jagatnata dan ditulis oleh Batara Penyarikan,
sekretaris Kahyangan.
Maka ketika Para Kurawa datang hendak membangunkan dan mengajaknya bergabung,
tidak satupun berhasil membangunkan. Mereka satu persatu melakukan usaha untuk
mencoba dengan caranya sendiri sendiri.
Prabu Karna datang membangunkan dengan meraba leher sang Sri Kresna, menandakan
leher adipati Karna akan terpenggal dan tewas dalam Baratayuda. Terkena pagar kesaktian
diri Sri Kresna, Adipati Karna seketika terbanting tak sadarkan diri.
Demikian juga dengan Arya Dursasana yang datang membangunkan dengan menggerayangi
dan menggoyang seluruh tubuh dan persendian Sri Kresna. Kejadian ini sebagai pertanda
akan terpotong potongnya jasad Arya Dursasana dalam Baratayuda. Walat atau pagar diri Sri
Kresna juga berlaku ketika Resi Durna mencoba membangunkan dengan memegang leher
Sang Tapa.
Prabu Duryudana akhirnya datang sendiri dengan memegang dan mengelus paha Sri Kresna,
ini sebagai pertanda bahwa kelak pada peperangan Baratayudha, Prabu Duryudana akan
tewas dengan tertebas Gada Rujakpolo, gada Raden Werkudara, pada paha kirinya.
Karena tidak kunjung terbangun, makin lama semakin keras menggoyang paha Sri Kresna.
Terkena walat sang Kresna seketika Prabu Duryudana juga sama dengan para bawahannya,
terbanting tidak sadarkan diri. Geger para prajurit yang lain, seketika itu tidak ada satupun
Kurawa yang berani mencoba membangunkan.
Ketika suasana sudah bisa diatasi dan tenang kembali, kesepakatan rembuk terjadi, mereka
mengundurkan diri terlebih dulu sambil menunggu datangnya Prabu Baladewa sebagai
usaha mereka yang terakhir.
Lakon ini mirip dengan lakon Kresna Gugah