Minggu, 26 April 2020

Janggan Smarasanta

Gadis Rantau

Lakon ini merupakan versi lain dari lakon Lahirnya Gareng dan Petruk.

Ketika Sang Hyang Ismaya diperintah oleh ayahnya, Sang Hyang Tunggal untuk turun ke dunia guna menjadi pamong ksatria berbudi luhur, ia mulanya menggunakan nama Janggan Smarasanta. Ia berkelana sendiri untuk mencari manusia berbudi luhur itu. Lama-lama ia merasa kesepian, karena tak seorang pun yang mengawaninya. Karena itu Janggan Smarasanta lalu mohon kepada Sang Hyang Tunggal, agar ia diberi kawan dalam perjalanannya untuk menemukan ksa-tria berbudi luhur itu.

Sang Hyang Tunggal berkata: Selama ini kamu sudah disertai kawanmu yang setia, yakni bayang-anmu.

Seketika itu juga bayangan Semar menjelma menjadi sesosok makhluk yang amat mirip dengan dirinya, tetapi lebih kecil. Janggan Smarasanta menamakannya Bagong, dan diakui sebagai anaknya.

Mereka berdua meneruskan perjalanan.
Tak lama kemudian , di tepi sebuah telaga, mereka melihat dua orang ksatria tampan sedang berkelahi dengan seru.

Janggan Smarasanta lalu menanyakan mengapa mereka berperang tanding. Keduanya menerangkan, bahwa masing-masing bernama Bambang Sukadadi dari Padepokan Bluluktiba, dan Bambang Precupa-nyukilan dari Padepokan Kembangsore.

Keduanya adalah ksatria yang amat tampan dan gagah. Kegemarannya juga sama, yaitu berkelana dari satu kerajaan ke kerajaan lainnnya, dari satu hutan ke rimba yang lain. Suatu saat kedua ksatria itu berjumpa. Karena masing-masing merasa dirinya paling tampan, mereka pun berkelahi. Ternyata, kesaktiannya pun sama. Akibatnya, perkelahian itu berlangsung selama berhari-hari, tanpa ada yang kalah dan yang menang.

Perkelahian yang berlarut-larut itu baru dapat dihentikan setelah Janggan Smarasanta datang melerai. Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan lalu sepakat memilih Smarasanta sebagai hakim yang menentukan siapa sebenarnya yang paling tampan di antara keduanya.

Janggan Smarasanta menjawab, tidak satu pun dari keduanya yang tampan. Keduanya lalu disuruh bercermin di telaga.

Dan, ternyata ujud mereka kini telah berubah, menjadi ujud yang aneh. Yang satu hidungnya panjang, tubuhnya jangkung; sedangkan yang lain bermata juling dan hidungnya seperti buah terong. Kedua ksatria itu pun menyesali perubahan ujud mereka, tetapi Smarasanta segera menghibur, bahwa yang penting bukan ketampanan dan kesaktian seseorang, melainkan bagaimana pengabdiannya pada sesama.

Karena kagum pada kebijaksanaan Smarasanta, Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan minta agar orang bijak itu bersedia diaku sebagai bapak mereka. Mereka berjanji akan mengikuti kemana pun Smarasanta pergi. Janggan Smarasanta setuju, lalu mengganti nama keduanya menjadi Nala Gareng dan Petruk.

Mereka berempat, Janggan Smarasanta yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ki Lurah Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, lalu berkelana bersama untuk mengabdi pada ksatria yang berbudi luhur.